Peran Perempuan dalam Kepemimpinan: Analisa perspektif Politik Islam

Imam Agung Prakoso

Abstract


Kepemimpinan perempuan dalam bidang politik masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Di satu sisi, sebagian besar ulama menolak atau mengharamkan perempuan menjadi pemimpin politik, dengan mengacu pada Al-Qur'an Surat An-Nisa' ayat 34 dan hadis riwayat Abi Bakrah. Namun, di sisi lain, ada sekelompok Muslim pembaharu yang memperbolehkan perempuan menjadi pemimpin politik, dengan alasan bahwa terdapat perubahan sosial dan kemajuan yang signifikan sehingga perempuan dianggap setara dengan laki-laki pada zaman sekarang. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan kedua pandangan ulama tersebut, menganalisis pemikiran mereka secara historis dan kontekstual, serta memberikan penilaian dengan merekonstruksi pemikiran lama agar sesuai dengan konteks zaman sekarang.

Pada masa lampau, para mufassir dan ulama fiqh cenderung menafsirkan ayat dan memahami hadis dengan pandangan yang didominasi oleh perbedaan gender. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya pada masa itu, serta posisi terbelakang perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka menafsirkan ayat dan hadis secara literal, tanpa mempertimbangkan latar belakang dan konteks di mana ayat atau hadis tersebut diturunkan. Pendekatan penafsiran dan pemahaman seperti ini mendapatkan kritik dari para pembaharu dan pemikir Muslim kontemporer, yang berusaha menafsirkan ayat dan memahami hadis secara kontekstual. Mereka melihat bahwa perempuan memiliki hak untuk menjadi pemimpin, dan fakta bahwa beberapa perempuan memiliki kemampuan dan keahlian yang sama dengan laki-laki menjadi bukti bahwa kepemimpinan politik tidak terkait dengan jenis kelamin, tetapi lebih berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki.

Hasil penelitian dalam artikel menunjukkan bahwa harus ada upaya merekonstruksi pemikiran lama agar sesuai dengan konteks masa kini sesuai dengan kaidah-kaidah fiqh.. Oleh karena itu, tidak ada larangan yang beralasan bagi perempuan untuk memimpin pemerintahan atau menjadi presiden, mengingat perempuan masa kini telah berbeda dalam hal kualifikasi dan potensi kepemimpinan dibandingkan dengan masa lampau.

 

Keywords: Kepemimpinan Perempuan, Tekstual, Kontekstual, Kaidah Fikih


Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.24260/raheema.v11i1.3462

Article Metrics

Abstract view : 297 times
PDF - 139 times

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Site Stats Creative Commons License This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.